Cari di Blog ini


” Mewaspadai Virus Merah Jambu “

Untuk Aktivis dakwah, hati-hati ya sama virus satu ini, bisa datang kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja termasuk dunia maya.

“hati-hati bila jatuh cinta, karena bisa bikin orang tidak realistis memandang segala hal.” (Dokter Cinta)

Kata orang cinta itu dari mata turun ke hati, lantas saling mengungkapkan isi hatinya. Kalau panah asmara menembus para aktivis dakwah, apa yang terjadi? Satu virus yang memang tak bisa dikategorikan penyakit endemik, tapi menjadi amat berbahaya jika yang terkena adalah para aktivis dakwah. Bukankah mereka seharusnya menjadi panutan dan teladan? Yap, virus merah jambu! Virus ini bisa menjangkit via apa saja. Via telepon, sms atau sekadar lirik-lirikan.Remaja, khususnya kadang tak sadar terjangkit virus ini. Para ABG sih biasanya mengembang biakan virus ini pada moment tertentu, seperti di hari valentine. Lantas, kalau aktivis dakwah apa memang ada kesempatan untuk mengembangkan virus tersebut di dalam hati yang sudah terpatri garis perjuangan.

Ustadz Ihsan Tanjung juga mengomentari virus merah jambu ini. Menurutnya sih virus strain baru yang menjangkiti para aktivis dakwah ini jelas akan membuat si penderita lupa diri dan bahkan akan menjalankan pelanggaran apa yang selama ini selalu diteriakkan. “Bagaimana mungkin seorang aktivis dakwah yang selalu menyuarakan agar Muslimin kembali ke jalan Allah dan menegakkan syariat-Nya, lantas jadi pesakitan, hanya karena masalah
asmara yang sepele,” tambah Ustad Ihsan Tanjung.

Wah, sulit juga ya membentengi secara khusus. Apalagi aktivis dakwah
kan juga tak luput dari interaksi dengan lawan jenis. Tapi seperti kata Ustadz Ihsan, efek virus ini jelas sangat berbahaya. Virus tersebut akan menyerang kredibiltas sebagai seorang aktivis dakwah. Selanjutnya serangan akan mengenai kemampuan menyampaikan kebenaran.
Konon yang dilanggar katanya sih yang kecil-kecil (begitu yang diakui para pesakitan), ‘hanya’ soal lirik-lirik-an dengan sesama aktivis lain jenis, jalan
berdua-duaan tanpa mahram, dan ber-’akrab-akrab’ yang kelewat batas (ngakunya sih itu namanya bukan pacaran).
And than the most dangerous, adalah runtuhnya citra dakwah dari para mad’u (orang yang didakwahi) si aktivis. Persoalannya, jika dosa kecil dianggap enteng, maka sikap menganggap enteng itulah yang menjadi dosa besar. Jika para aktivis yang sudah sekian tahun dicekoki ilmu-ilmu dasar keislaman sampai-sampai menganggap dosa-dosa kecil boleh-boleh saja dilanggar karena “tokh bukan dosa besar dan selama tidak melukan dosa besar maka Insya Allah dosa-dosa kecil akan diampuni.”

So, kalau ini terjadi di kalangan yang justru seharusnya menegakkan setiap jengkal syariat, maka apa lagi yang tersisa untuk umat? Dosa kecil berubah
menjadi dosa besar ketika :
(1) dianggap enteng
(2) dilakukan berulang-ulang tanpa rasa bersalah
(3) dilakukan sering sehingga menggunung.
(4) diwariskan sebagai sunnah sayyi’ah (kebiasaan buruk yang diteladani orang lain).

Seram. kalau itu memang menyerang banyak para aktivis dakwah saat ini. Mereka mengawalinya mungkin sekadar mengomunikasikan rapat, via telepon, sms atau malah
mungkin berlanjut ke hal yang sudah teramat jauh. Tapi perlengkapan teknologi komunikasi itu juga fasilitas dakwah, boleh-boleh saja kita gunakan. Hanya perlu ada batas waktunya. “Jadi, kalau mau bicara pun dengan lawan jenis, ya to the point aja ya,” terang Wahyu aktivis Rohis SMU 6 Jakarta.

Wahyu menambahkan, sebagai seorang aktivis dakwah harus memegang prinsip. Harus memahami, bahwasanya yang begitu-begitu nggak boleh. Dan nggak perlu lah kalu tidak ada keperluan yang mendesak, untuk berbicara berlama-lama, apalgi sampai masuk ke ruang curhat pribadi. “Don’t try this at home, because it’s very dangerous, ” papar Wahyu lagi.
Ustadz Ihsan Tanjung malah menanyakan, “Kenapa sih para aktivis tersebut nggak segera aja saling menikah? Mengapa mereka malah saling bergossip tentang satu
sama lain dan kemudian banyak yang akhirnya memilih menikah di luar lingkungannya dan tidak jarang para prianya lebih suka mencari ‘daun muda’ yang masih belum bisa dikategorikan aktivis?

Ayo, kalau sudah begitu siapa berani menjawabnya. Iya, memang hal-hal seperti itulah yang tidak jarang kita jumpai. Ini mungkin tantangan globalisasi yang amat berat, sehingga banyak juga loh yang jatuh bak daun-daun kering di musim gugur.

So, kalau kamu aktivis dakwah, baik ikhwan atau akhwat mulai merasa atau mendeteksi adanya ‘perasaan-perasaan’ yang “Gimana gitu?” artinya, hati kita sendiri sudah memberikan petunjuk pasti bahwa ini sudah mengarah ke zina hati. Perasaan khusus terhadap seseorang ini memang datangnya dari Allah, namun bagaimana menyikapinya, adalah tugas atau ujian untuk kita. Jika sudah sadar dan terasa bahwa “ada apa-apanya” di hati, maka segeralah menghentikan telepon-teleponan, apalagi curhat-curhatan.

Kalau nggak segera dihentikan, percaya deh. Awalnya berani pulang jalan berdua setelah rapat, kemudian janji-janiji lain. Apalagi mulai merasa satu rasa, terus deh jalan-jalan week end. Sekadar menghabiskan waktu dengan window shoping di mall, atau sambil makan siang sembari membicarakan masalah yang ada. Wah, kebayang dong kalau akhirnya kita malah masuk menjadi golongan orang yang kabura maktan (omong doang) sebagaimana dikatakan al-Qur’an.

Ustadz Ihsan punya saran buat kamu para aktivis dakwah yang belum siap menikah. Cut! Itulah kuncinya. Putuskan saja semuanya. Kalau perlu bertindak seperti orang “musuhan”. Maksudnya itu, musuhan model anak kecil. Tak bertegur sapa dan tak mau saling melihat, apalagi bersentuhan. Begitu kata ustad Ihsan Tanjung. Lain Wahyu lain juga dengan Akbar. Menurutnya, membatasi telepon-teleponan dengan akhwat bisa dimuali dengan menanamkan rasa malu. Malu, kalau ngomong panjang-panjang, malu kalau nanti akhwatnya cerita-cerita ke yang lain. “So, pasti deh akan jarang kita berinteraksi dengan akhwat di luar yang semestinya,” jelas Akbar.

Sedih juga sih ya, kalau kita menemukan ada aktivis dakwah yang terserang penyakit endemik cinta. Ditambah lagi gayung bersambut di antara kedua insane yang terkena, jadi malah tambah rumit deh. Karena biasanya sih sulit membuat mereka mengaku, karena itu terkait dengan citra diri dan juga citra dakwah di mata para binaan atau juga lingkungan aktifitas dakwah mereka. Apabila sudah berjalan dan menjalar, biasanya sih virus ini akan bersarang lama. Karena virus ini dianggap memberikan kenikmatan tersebdiri, ditambah lagi si penderita terbuai sampai lupa diri. Inilah dunia dakwah. Penuh tantangan, rintangan dan
godaan. Sobat eL-Ka yang sudah memantapkan diri sebagai aktivis dakwah tentu nggak mau
kan terdaftar sebagai pensiunan aktivis, apalagi layu sebelum berkembang.

Ayo kita bersihkan hati, jangan kasih kesempatan pada setan untuk menjadi provokator. Selamatkanlah dakwah dan diri kita, jangan sampai ikhwan dan akhwat yang sudah mendapat pemahaman ke Islaman secara panjang, benar dan baik. Menjadi bagian dari daftar legenda barisan dakwah dari panjang “KASUS VIRUS MERAH JAMBU”.

Komentar :

ada 0 komentar ke “” Mewaspadai Virus Merah Jambu “”

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung di blog ini, teman-teman bisa meninggalkan komentarnya disini. Komentar yang mengandung spam dan tidak baik otomatis akan dihapus.