Cari di Blog ini


Demi Cinta

Sudah menjadi rahasia umum bila sejak dulu saya tidak bisa mengendarai motor. Entah mengapa untuk urusan yang satu ini saya enggan belajar. Berangkat ke pasar, mengisi ta’lim, menjemput atau mengantar anak pun saya lebih senang naik sepeda meskipun saya tinggal bukan di daerah datar. Bagi saya, cukuplah sepede mini dengan keranjang di depan itu yang menemani saya pergi.
Semuanya tidak menjadi masalah hingga saya mengikuti sebuah acara pelatihan keluarga sakinah. Dalam pelatihan itu, setiap pasangan diminta mengutarakan hal yang paling di inginkan dari pasangannya. Ketika tiba giliran istri saya, saya membayangkan dia menginginkan rumah yang lebih besar, atau saya lebih meluangkan waktu membantunya atau sesekali mengajaknya jalan-jalan berdua. Tapi, saya salah. Ketika ditanya, dengan agak malu-malu, dia menjawab, “Kalau boleh meminta, saya ingin sekali dibonceng Abi naik motor.”
Saya terkejut, dan untuk beberapa saat, saya tidak bisa berkata. Saya tidak mengira dia akan menginginkan itu. Tapi, demi rasa cinta saya kepadanya, saya menyembunyikan keterkejutan saya dan membalas keinginannya dengan tersenyum.


Hari demi hari belalu. Ternyata Allah berkenan memberikan tambahan rezeki bagi kami. Sebuah motor Honda keluaran tahun 70-an kini menghiasi rumah kami. Awalnya, saya bingung, harus saya apakan motor itu. Lagi pula, tidak ada yang bisa menemani saya belajar. Akhirnya, saya memberanikan diri untuk mencobanya sendiri. Saya pernah dikejar anjing sementara motor saya tidak bisa berlari kencang. Yang lebih mengenaskan, saat itu saya baru mampu membelokkan motor saya ke kiri, sehingga bila ada belokan ke kanan, saya terpaksa harus turun dan menuntun motor saya ke kanan.
Namun, apapun yang terjadi, saya telah bertekad untuk tidak menyerah pada kelemahan dan keterbatasan saya. Dalam benak saya, lecet-lecet di kaki akibat jatuh dari motor, dikejar anjing besar, atau pun naik turun dari motor hanya untuk belok kanan tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan apa yang akan saya dapatkan di kemudian hari: melihat senyum istri yang penuh cinta ketika dia duduk dengan saya di motor.
Ya, meminjam bahasa teman saya, akhirnya cinta pun mengalahkan segalanya. Dengan ketulusan istri saya menemani hari-hari saya, menjaga anak-anak, memasak, dan sekian tugas rumah tangga lainnya, saya merasa harus member sesuatu yang special untuk dia. Bukan sebagai balas jasa, tapi sebagai ekspresi terima kasih dan cinta saya kepadanya.
Kini, mengendarai motor bukan lagi menjadi masalah bagi saya. Suatu ketika, dalam sebuah perjalanan bersama motor tua itu, istri saya berkata, “Bi, terima kasih, ya… sudah mau boncengin ummi, Ummi makin cinta deh sama Abi.”
Ah, saya jadi merasa sepuluh tahun lebih muda.

Kisah ini nyata adanya. Ini merupakan kisah Ust. Mufarrihan Lc (Ketua IKADi Banyumas, Jawa Tengah). ini saya ketik ulang dari Majalah Ummi Edisi 05 tahun 2006. Ketika mau buat pamflet untuk acara di kampus, ada majalah tersebut di atas monitor. Majalah yang sudah cukup lama ada di rak buku saya.
Sunguh kisah yang luar biasa, bagi yang belum punya pasangan hidup jagalah cinta kita untuk kelak pendamping hidup kita yang jelas-jelas nanti sudah sah, bukan cinta kepada yang jelas-jelas belum sah.
Semoga bermanfaat bagi saya dan teman-teman yang membaca. Jazakallah…

Komentar :

ada 0 komentar ke “Demi Cinta”

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung di blog ini, teman-teman bisa meninggalkan komentarnya disini. Komentar yang mengandung spam dan tidak baik otomatis akan dihapus.